
Impressed
Ketika ada sesuatu yang menimpa kita, maka yang pertamakali ada di pikiran kita adalah bagaimana kita bisa melewati itu? Jika ternyata adalah permasalahan yang bertubi-tubi, lantas apa yang kemudian akan kita lakukan? Mau tidak mau, kita sebagai manusia, hanya bisa bersabar sembari meminta pertolongan pada Illahi dan meminta agar permasalahan tersebut bisa segera berlalu. Bukan begitu?
Hanya, permasalahannya adalah, berapa lama dan seberapa parah masalah tersebut. Terkadang, bathin manusia ini tidak kuat menghadapi omongan orang atau reaksi masyarakat terhadap apa yang menimpa kita. Kita bisa kuat menghadapi cobaan yang diberikan Allah swt—yang tidak kuat dan membuat segalanya goyah adalah reaksi masyarakat tentang diri ini.

Sekarang aku tanya, berapa banyak sih manusia yang bisa tahan jika dijadikan bahan obrolan atau bahan gosip?—sebuah aktivitas ghibah yang selalu hanya akan menyebabkan penderitaan bagi orang yang diomongkannya. Mungkin, mereka yang suka meng-ghibah adalah mereka-mereka yang tidak pernah merasakan menjadi seseorang yang jadi obyek ghibah itu sendiri; sehingga mereka merasa sah-sah saja menjalani perbuatan tercela seperti itu. Tapi, Tuhan selalu mahaadil kok. Suatu saat akan tiba saatnya orang-orang seperti itu menerima ganjaran yang setimpal—karena roda saja selalu berputar, dan dunia selalu silih berganti antara siang dan malam.
Tidak perlu mengharapkan bagaimana orang lain bisa terkesan dengan apa yang kita lakukan. Fokus saja dengan apa yang menjadi kewajiban kita masing-masing, karena kita takkan mungkin bisa membuat orang lain terkesan jika saja masih ada perilaku ghibah yang mereka lakukan. Jangankan mengharap sebuah kesan positif, mendapatkan sebuah ‘like’ saja rasanya seperti mahal harganya.
“Kau harus setidaknya memiliki kualitas eksklusif kalau ingin mendapatkan ‘like’ dariku.”
—mind
Kira-kira seperti itulah sikap kesombongan manusia. Padahal, masih sama-sama manusia yang hidup dan menginjak bumi; belum lagi mati dan menghadap Sang Pencipta bumi. Tiap-tiap manusia akan sama derajatnya jika sudah berada di hadapan Sang Pencipta. Tak ada yang dibedakan sedikit pun dari manusia-manusia itu.
Terkadang pula, otakku tidak bisa sampai kepada apa yang dilakukan orang-orang yang memiliki pandangan sempit seperti itu. Orang-orang yang hanya menghargai seseorang lainnya jika ada imbalannya; yang artinya mereka melakukan sesuatu tersebut atas dasar pamrih. Namun, rasanya aku sudah terlalu terbiasa dengan sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang ada hubungannya dengan pansos seperti itu; sudah terbiasa dengan sikap manusia-manusia yang hanya peduli dengan sebuah kata eksistensi.
Sejatinya, aku lelah…

