
Promise in a Black December; Yang Tak Tergantikan

Akan selalu ada alasan kenapa aku membenci bulan Desember. Bulan yang penuh dengan luka. Bulan yang penuh dengan duka—hingga entah bagaimana caraku menyembuhkan luka-lukaku sendiri. Terlalu sakit jika harus dijabarkan satu demi satu. Mulai dari aku mengagumimu sebagai sosok pemuda yang ku inginkan—meski memang ku tahu itu mustahil untuk bisa ku dapatkan, tapi aku tidak peduli. Kemudian, saat kau memberiku jutaan harapan—yang membuat keyakinanku semakin tumbuh subur bahwa memang kaulah takdirku. Hingga, akhirnya kau kembali membuatku tersadar bahwa kau hanyalah cameo dalam hidupku.
Lambat laun aku bisa memahami mengapa ada sebagian dari mereka yang takut akan jatuh cinta. Kau takkan pernah memahami bagaimana hatimu akan terluka ketika cinta yang berusaha kau pertahankan sampai napas terakhirmu ternyata tak bisa mempertahankanmu. Sakit rasanya.
— unknown —
Apa yang tadinya aku pikir akan sesuai dengan apa yang aku inginkan, pada kenyataannya sungguh-sungguh menyimpang. Memang banyak yang bilang bahwa sesuatu yang berlebihan maka hasilnya tidak akan baik. Juga, tentang janji yang kau pegang erat untuk kau tagihkan di kemudian hari harus terlepas tanpa ada pertanggungjawaban.
Tapi, salahkah jika aku mencintainya dengan sepenuh hatiku? Salahkah jika aku menggantungkan harapan padanya—sekecil apapun itu? Meski, pada akhirnya aku tak lagi memedulikan janji apa yang telah diucapkannya padaku.
Entahlah. Rasanya hatiku benar-benar hancur berkeping-keping. Berhamburan layaknya bintang yang tersebar di angkasa luas.
Apapun itu, harapan ini masih akan tetap ada.

