Activity,  daily,  office,  pekerjaan,  problematika,  Real Story

Sesuatu Itu

Minggu-minggu belakangan ini mungkin minggu-minggu terberat yang harus kujalani. Memang aku sudah terbiasa dengan aktivitas ini, hanya saja kali ini porsinya lebih padat. Jika beberapa waktu lalu aku sempat menulis tentang deadline atau semacamnya, kini deadline itu sudah berhasil kulalui. Lega rasanya. Dan, mungkin itu juga yang membuat otakku beku.

 

Seberat-beratnya apapun yang aku lakukan, tak seberat saat otak ini memikirkanmu. Bukan berat dalam artian aku harus seharian mengurung diri dalam kamar, lantas tidak makan dan tidak minum. Hanya saja frekuensinya bertambah. Namun, aku tak merasakan apa-apa. Yang ada hanyalah senyum ini selalu terkembang di sudut bibirku.

Semangat. Yah, ‘sesuatu’ yang membuatku sedikit ‘gila’ itu bernama semangat. Semangat yang kau kirimkan melalui jari-jari rinduku.

Mood Booster. Itu yang selalu dikatakan orang-orang ketika mereka harus menghadapi segala apapun yang membuat hati mereka jengah, dan menurunkan semangat.

“Aku capek sama semuanya!!” celetuk salah seorang temanku, pagi itu.

“Ada apa sih?!”

“Kamu tahu? Kerjaan ini rasanya nggak abis-abis! Diselesaiin satu, muncul yang lain, satunya di-draft, datang lagi yang lain!” umpatnya marah.

Aku mengernyit. “Itu emang udah resiko kali, Mbak. Yah, kerjain aja yang paling urgent dulu.”

“Rasanya aku harus cari mood booster, dimana gitu,” katanya tiba-tiba, lalu melanjutkan, “supaya semangatku bisa tumbuh lagi.”

Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi mulutku terkatup rapat.

Ia melanjutkan. “Kamu sih enak, tiap pagi selalu senyum-senyum sendiri.”

Aku tersenyum. Dalam hati aku merasakan bahwa, yah, mungkin memang besar artinya sentuhan semangat dari seseorang yang kita sayang. Bukan hal yang tabu, tapi itu memang bisa membuat semuanya menjadi lebih baik.

Aku tahu itu. 

6 Komentar

  • Eric Passmore

    Tulisan2 mbak Dhanis sangat bagus…knp g dijadiin buku aja mbak?
    Apakah yg ditulis ini kisah nyata? maksudnya sesuai dg kenyataan?
    Kadang seorang penulis itu banyak yg hipokrit dlm menghasilkan karya tulisannya…kenapa saya bilang hipokrit? kadang apa yg ditulis tdk sama dg kenyataan yg dilakukan/dialamai/dimiliki…semua itu hanya untuk menghibur diri…
    satu contoh misalnya seperti tulisan mbak Dhanis sebelumnya yg berjudul "Deadline"…jika yg menulis artikel "Deadline" bukan mbak Dhanis, kemungkinan hanya kebalikan dr kenyataan saja…misal semua kerjaan deadline nya dihandle oleh teman 1 team nya, dan dituangkan di artikel seolah olah dia yg mengerjakan, padahal di kehidupan nyata waktu bekerja dia sibuk dengan urusan pribadi yg menyita banyak waktu sehingga menunda pekerjaan nya…dan waktu deadline tiba akhirnya anggota team lainnya yg meng-handle pekerjaannnya…
    tapi saya yakin mbak dhanis g seperti itu… 🙂

    • SOTYASARI DHANISWORO

      Haha.., iya udah. Karya saya udah ada yang terbit, tapi karya itu ada di dalam satu jilid buku bersama dengan penulis lain; yang hasil royaltinya disumbangkan ke yayasan panti sosial.
      Ini kisah nyata Mas (udah saya tulis di tag-nya) 😀
      Iya saya paham, memang kebanyakan penulis tidak menuliskan tentang kisahnya sendiri. Kenapa?
      Karena mereka pikir kisahnya sendiri tidak se-menarik kisah yang ditulisnya.
      Padahal kebanyakan lebih bagus jika menuliskan kisah sendiri ya?

  • Ayu Citraningtias

    setujuuuuuu… mood booster itu butuh banget buat semangat tetep ngejreng. tapi yang harus diingat adalah, kita harus jadi mood booster buat diri kita sendiri. karena kitalah yang akan mendayung pulau diseberang sana.
    tapi lebih asyik mendayung berua ya mbak? :p

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Please, do not copy!!